“Bersujudlah kamu dan dekatilah (Aku)”
Menurut Jalaluddin Rumi, kita hanya dapat mendekati Allah dengan merendahkan diri kita, dengan meruntuhkan tembok kesombongan kita. Ketika Allah berkata,”Bersujudlah kamu dan dekatilah (Aku)”, Dia mensyaratkan kerendahan hati untuk dekat kepadaNYA. Ketika bersujud kita meletakkan tempat kotoran di atas organ yang paling mulia (kepala). Rumi berkisah tentang seorang lelaki yang kehausan di atas tembok yang tinggi. Di bawah tembok ada sungai kecil dengan air yang jernih. Untuk menggapai air itu, ia meruntuhkan batu bata satu demi satu. Setiap batu bata yang jatuh mencipratkan air. Bunyi cipratan air itu terdengar ke telinganya seperti kata-kata mesra dari sahabat yang tercinta.makin sering ia mendengar bunyi gemercik air, makin bersemangat ia menjatuhkan batu bata.
Dari air pun suara keras dijeritkan
“apa untungnya batu bata itu kau jatuhkan?”
Si haus berkata: wahai air, karena ada dua faedah
Sehingga tidak mungkin dari pekerjaan ini aku berpindah
Faedah pertama ialah kala gemercik air kedengaran
Bunyinya semerdu rebab bagi orang yang kehausan
Suara itu bagiku menjadi terompet israfil nanti
Ketika dengan satu tiupan dihidupkan yang sudah mati
Atau suara itu seperti gemuruh Guntur di musim semi
Sehingga taman-taman merias diri dengan hiasan asri
Atau bagaikan hari-hari pembagian bagi fuqara
Atau bagaikan pesan pembebasan bagi narapidana
Atau bagaikan tarikan napas Al. Rahman
yang tanpa mulut berhembus ke Muhammad dari Yaman
Atau bagaikan wewangian Ahmad,
Sang Utusan yang tercium para pendosa saat pensyafaatan
Atau bagaikan semerbak harum Yusuf yang jelita
yang menyentuh jiwa Ya’qub yang kurus karena derita
Faedah lain: untuk setiap batuan yang kuruntuhkan
dengan air yang mengalir aku makin didekatkan
Karena makin banyak batu bata yang patah
tembok tinggi makin bertambah rendah
Merendahkan tembok mengantarkan aku kepada tirta
untuk menyatu aku harus berpisah dengan batu bata
Seperti melakukan sujud, batu bata runtuhkanlah,
sebab untuk dekat Dia, “Bersujudlah dan mendekatlah”
Selama tembok ini menjulang pongah jemawa
selama itu ia menjaid penghalang rebah kepala
Tidak mungkin bersujud pada Air kehidupan
sebelum melepaskan diri dari jasad kebumian.
Walhasil. Kita tidak akan bisa melanjutkan perjalanan mendakati Allah Yang Maha Kasih sebelum kita menghilangkan hal-hal yang dibenciNYA: melewati batas berlebih-lebihan, melakukan kezaliman, dan menyombongkan diri. Semuanya itu berasal dari jasad kebumian, dari unsur penciptaan yang berasal dari tanah lumpur.
“From “The Road To ALLAH by Jalaluddin Rakhmat”
“Bersujudlah kamu dan dekatilah (Aku)”
00.14 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar