“Jika engkau tidak bisa mencintai orang lain secara utuh, cintailah sebatas yang kau mampu. Jika engkau tidak mampu memperoleh cinta secara utuh dari orang lain, raihlah sebagian cinta orang lain untuk dirimu. Jadikan dirimu orang yang mencintai dan dicintai orang lain.”
JIka kita menunggu cinta sebagai imbalan dari kebaikan yang telah kita berikan, berarti kita menunggu seseuatu yang teramat lama. Penantian panjang kita akan berakhir dengan penyesalan, kesedihan, dan kerugian sebab kita mengharapkan cinta dari orang-orang yang tidak memiliki cinta untuk diberikan. Oleh karenanya, kita tidak akan pernah memperoleh sesuatu dari pemberian cinta kita.
Seorang pecinta mencintai seseorang atau sesuatu karena ia cinta. Ia menemukan kenikmatan dalam cinta. Ia hidup bersama cinta. Ia memaknai hidup dan kehidupannya dengan cinta. Bukan karena selubung kepentingan pragmatis atau niatan untuk meraih sesuatu dari cintanya.
Seorang pecinta percaya sepenuh hati bahwa pertumbuhan akal dan perasaan hatinya berikut langkah-langkah tulusnya untuk menyibak hakikat cintanya adalah demi kelangsungan cintanya. Ia percaya bahwa apa pun jaminan yang dimintanya adalah untuk menumbuhkan cinta di reung kalbunya, serta membucahkan rasa percaya diri yang utuh bahwa cintanya bakal eksis.
Seseorang yang memiliki rasa percaya diri utuh dan percaya dengan kemampuan dirinya sendiri niscaya bisa percaya dan yakin kepada yang lain. Akan tetapi, sebelum membangun rasa percaya kepada orang lain, orang seorang harus membangun rasa percaya dirinya terlebih dahulu. Untuk yakin kepada orang lain, harus yakin kepada diri sendiri.
Seseorang yang percaya dan yakin bahwasanya dirinya mampu meraih sesuatu yang didambakan, lalu berusaha semaksimal mungkin untuk meraih apa yang dicita-citakan, niscaya akan menemukan banyak jalan membentang untuk meraihnya. Dalam hidup ini, adakah keinginan yang lebih luhur daripada keinginan meraih cinta? Adakah obsesi yang lebih mulia selain obsesi mencintai dan dicintai sesama?
Jika kita member dengan harapan suatu saat akan menerima, jika kita berkorban dengan pamrih, semua yang kita lakukan hanya akan berbalas duka nestapa yang tak terperikan.
Jangan membangun istana diatas angin. Jangan memaknai cinta dengan jual beli. Jangan pamrih dari lakon cinta yang kita jalani. Ingatlah bahwa orang lain hanya memberi sebatas apa yang mereka mampu. Mereka memberisesuai standar mereka, bukan berdasar keinginan dan standar kita. Manakala kita mendapati balasan yang mereka berikan tidak sesuai dengan harapan kita, saat itulah kita harus membaca pelajaran pertama: bagaimana belajar cinta?
Manusia yang membuka kitab cinta akan mengetahui bahwa ayat cinta adalah sabar. Sabar dalam cinta bukan berarti diam serta menunggu. Cinta selalu bermahkota perilaku positif dan optimis. Bukan ulah negative dan pesimis. Cinta adalah langkah hidup yang jauh dari kepura-puraan, kebohongan, kemunafikan, tipu daya, dan perilaku negative lainnya.
Cinta adalah tanggung jwab, jujur, tulus, pemberian tanpa harap, pengorbanan tanpa pamrih, dan perilaku positif lainnya. Cinta adalah ketulusan hati dan pikir, kearfan sikap dan ucapan, keterbukaan dan ketulusan. Cinta laksana meja makan yang berisi makanan dan minuman lezat tanpa ada seorang pun berhasrat untuk melahap dan mereguknya.
Cinta membentangkan jalan bagi setiap insane untuk memilih dan menolak. Masing-masing bebas mengekspresikan rasa batin dan kehendak lahirnya. Cinta adalah hari raya dan saat bahagia selama-lamanya. Ia membuncahkan rasa suka cita, taw aria, dan bahagia. Cinta menempati ruang dan waktu. Di mana pun para pegiat cinta berada, disanalah negeri cinta berada.
Dengan demikian, jelas sekali cinta adalah masa yang kita jalani saat ini, detik ini. Bukan masa lalu atau masa yang akan datang. Cinta adalah waktu ini dan sekarang ini! Adalah aneh manakala kita mendapati kenyataan bahwa kebanyakan orang hidup terpasung dengan masa lalu mereka. Adalah aneh mereka yang terlalu sibuk memikirkan masa depannya.
Dalam hidup ini, betapa banyak manusia yang terantai masa lalu. Mereka jamak beruar, “ masa lalu yang indah” karena mereka kehilangan masa lalu yang mereka anggap indah. Manusia-manusia seperti itu selalu mencampuradukkan realitas masa lalu dan masa kini. Tubuh mereka tertatih-tatih meniti hari, sedangkan pikiran dan jiwa mereka tertinggal di lorong waktu tempo dulu.
Mereka yang menuhankan masa lalu adalah manusia yang hidup dengan ego dan nafsunya. Mereka yang terpasung masa lalu ialah manusia yang terkubur logika jernih dan hati beningnya. Masa lalu adalah kematian. Manusia yang menoleh ke masa lalu sejatinya adalah manusia mati. Tak ubahnya seperti mayat yang menyisakan badan wadag (kasat mata).
Masa lalu adalah realitas di luar konteks kenyataan masa kini. Kita hidup pada waktu dan kenyataan masa kini. Masa lalu adalah bagian dari hidup yang telah berlalu dan tidak akan pernah kembali. mereka yang membuang energy untuk membanggakan, mengagungkan masa lalu, adalah manusia yang berada di titik nol. Beku hati, tumpul pikir, tubuh tanpa ruh. Itulah yang disebut kematian. Bukankah menoleh ke belakang sama halnya hidup dua kali?
Dalam hidup ini, jamak kita temukan manusia yang hanya focus kepada masa depan. Pikiran yang ada dibenak mereka adalah bagaimana bekerja dan berbuat demi menghasilkan kekayaan materi sebanyak-banyaknya. Manusia-manusia yang menuhankan masa depan tersebut sejatinya adalah mnusia-manusia yang menggali kubur mereka secara perlahan.
Mereka hanya yakin memikirkan masa depan itulah manusia-manusia yang kehilangan kesejatian hidup ini. Mereka yang terasung dan menuhankan masa lalu adalah manusia-manusia terkubur zaman dan laik disebut mayat-mayat hidup. Mereka yang terjerat dan tergila-gila masa depan adalah manusia yang terlindaas hakikat kehidupan dan kehilangan arti hidup.
Sungguh, ada nilai-nilai luhur yang lahir dari masa lalu. Sungguh hipokrit manusia menafikkan masa lalu. Akan tetapi, kita harus memorsikan sebagai referensi hidup, untuk energy mewujudkan kehidupan yang lebih bermakna dan lebih berarti di masa kini dam masa yang akan datang. Masa lalu adalah cermin yang mewajahkan kehidupan kita pada masa kini.
Sungguh, ada nilai-nilai positif dan luhur pada masa depan yang terwadahi impian dan cita-cita. Akan tetapi, cita-cita yang kita gantungkan dilangit harus kita bumikan dalam kehidupan nyata. Kita hidup dibumi, bukan di langit. Membumikan cita-cita dan impian adalah sebuah kemestian yang harus kita jalani jika kita benar-benar mersa sebagai mahluk bumi.
Maka, saat ini adan sekarang inilah hidup dan kehidupan kita. Waktu ini dan saat inilah cinta kita. Harga kemanusiaan kita ditentukan pada waktu ini. Bukan masa lalu atau masa yang akan datang. Jika kita ingin hidup bersama cinta, saat inilah kita tumbuhkan cinta. Detik inilah kita hadirkan cinta. Cinta adalah realitas kehidupan ini. Bukan kenangan masa lalu maupun impian masa yang akan datang. Cinta adalah ini dan detik ini!
Mereka yang berusaha mendalami hakikat cinta akan memakrifati bahwa cinta adalah segala-galanya. Cinta bersifat universal, bukan parsial. Cinta tidak diperjualbelikan maupun dipatok harga. Cinta tidak diukur dengan suatu apa pun, serta tidak distandarkan dengan apa pun. Cinta adalah cinta.
Cinta diekspresikan dengan kata-kata dan ucapan tanpa tekanan dan pasungan apa pun. Cinta tidak mungkin dibingkai, diikat, dan dilabeli sesuatu. Cinta tidak bisa dibelenggu oleh apa pun. Cinta ada dalam diri manusia, bukan di luar diri manusia. Cinta adalah satu terbagi-bagi. Cinta adalah rasa percaya diri, yakin, dan penerimaan tanpa jamina.
Mahkota cinta adalah saling percaya, saling menghormati, saling menghargai, saling mnerima keadaan. Ayat cinta teragung adalah sabar. Cinta adalah perbuatan yang bersendikan nilai-nilai positif, jauh dari ulah negative. Cinta adalah ungkapan kebahagian, keindahan, kebaikan dan kenyataan. Meski, kadang butuh bulir-bulir air mata dan kesedihan untuk bumbu kehidupan cinta.
Hiduplah dengan jiwa dan logika untuk sekarang ini. Masa lalu tak akan kembali. masa yang akan datang adalah mimpi. Cinta adalah hari ini, saat ini, detik ini. Cinta adalah masa yang kita jalani sekarang ini. Cinta bukan rasa takut dan pasungan kebodohan masa lalu. Cinta bukan khayal utopis dan impian tak membumi masa yang akan datang. Cinta adalah saat ini. Ya…cinta adalah sekarang ini dan detik ini.
Ibrahim Hafie
“Kalam fi Al Hub wa Ash Shabar”
Understanding LOVE: Risalah cinta dari Recik-Recik Kehidupan Penuh Cinta
Read Users' Comments (0)