Malam ini terasa begitu sepi dan sunyi. Sebenarnya aku ingin terpejam dan merebahkan tubuhku, tapi entah kenapa aku tidak bisa sejenak saja melupakan segala hal yang akhir-akhir ini membuatku begitu bimbang. Bimbang pada hari esok yang tak pernah aku tahu apa yang akan terjadi. Ya Allah, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Rasanya begitu sedih, sedih, dan sedih sekali. Entah kenapa aku menjadi seperti ini. Aku berharap apa yang selama ini aku lakukan adalah baik untukku.
Entah kenapa aku merindukan kembali duduk sendiri diatap genting dan menatap langit malam yang begitu indah. Aku mulai merindukan dinginnya angin malam menyeka kulitku dan berhembus lembut di wajahku. Yah, sejak malam itu aku tak lagi naik ke atap genting. Aku tak lagi melihat bintangku di atas sana, karena memang sesungguhnya aku telah membawanya ke dalam hatiku malam itu. Kini dia ada disini, didalam hatiku. Sekalipun dia masih belum nyata untukku, aku bisa merasakan kehadirannya. Aku bisa merasakan bahwa dia ada untukku. Lihatlah, dia sedang tersenyum manis dalam tidurnya. Terlelap bersama mimpi-mimpinya. Dan, aku yakin saat dia terbangun nanti, dia akan tersenyum melihatku di luar jendela kamarnya dan menyapaku sambil berkata “Selamat pagi”.
Aku selalu percaya waktu itu pasti akan tiba. Setiap hariku, aku selalu menunggunya di depan pintu seperti waktu itu saat dia pertama kali datang padaku. Sekalipun hingga saat ini dia belum datang, aku tidak akan berhenti menunggunya, karena aku yakin dia pasti akan datang membawakan senyum itu untukku. Yah, senyum indah di matanya yang tidak bisa aku lupakan.
Orang-orang disekitarku pernah memintaku untuk berhenti dari semua ini. Mereka menganggap apa yang selama ini aku lakukan sebagai suatu hal yang sia-sia. Mereka mengatakan bahwa sungguh bodohnya aku, membiarkan orang-orang yang datang menghampiriku pergi begitu saja tanpa sekalipun ku ijinkan untuk memasuki ruang kosong ini. Tidak adakah kesempatan untukku membiarkan seseorang yang lain mengisi kekosongan hatiku? Entahlah, aku tidak tahu dan tidak mengerti apakah kesempatan itu masih ada.
Seseorang pernah berkata bahwa hidup tidak hanya sebuah pilihan semata, tapi hidup adalah kesetiaan pada satu tujuan. Yah, mungkin ada benarnya, setia pada pilihan hidup yang kita jalani memanglah tidak mudah. Ada hal-hal yang seringkali meminta kita untuk berpaling dari jalan yang kita lalui saat ini. Dan seperti itu jualah aku, selalu berusaha untuk tetap bertahan pada setiaku, sekalipun aku tak tau pasti sampai kapan aku akan mampu bertahan.
Ada hal yang selalu membuatku kuat menjalani semua ini. Ada hal sederhana yang aku harapkan dari setiaku ini yaitu harapan untuk bisa menjadi tua bersamanya. Menjalani sisa hidupku bersamanya adalah hal yang aku harapkan dari ruang tunggu ini. Nanti, saat dia datang menemuiku disini, aku pastikan bahwa diriku masih tetap sama seperti saat dia menemuiku pertama kali. Aku akan memberikan senyum yang sama seperti saat dia pergi meninggalkanku malam itu. Aku tak peduli dengan semua yang dia lakukan selama dia berada jauh dariku. Karena aku selalu percaya memang seperti itulah yang seharusnya terjadi. Dan semua itu ku anggap benar dan baik untukku dan juga juga untuknya. Saat dia kembali, aku hanya ingin menanyakan satu hal padanya. “Would u want to be old with me?”
Aku tahu saat itu bukanlah hari ini. Hari ini adalah hari terakhir di bulan febuari, tahun ke-2 aku duduk di ruang tunggu ini. Tak ada yang perlu dikhawatirkan denganku dan tak ada yang perlu ditakutkan. Toh, aku masih bisa tersenyum hari ini. Aku masih bisa tersenyum pada orang-orang yang ada disekelilingku. Aku punya cara sendiri untuk menghargai hidupku. Aku punya cara yang mungkin tidak bisa untuk mereka mengerti.
Entah kenapa aku merindukan kembali duduk sendiri diatap genting dan menatap langit malam yang begitu indah. Aku mulai merindukan dinginnya angin malam menyeka kulitku dan berhembus lembut di wajahku. Yah, sejak malam itu aku tak lagi naik ke atap genting. Aku tak lagi melihat bintangku di atas sana, karena memang sesungguhnya aku telah membawanya ke dalam hatiku malam itu. Kini dia ada disini, didalam hatiku. Sekalipun dia masih belum nyata untukku, aku bisa merasakan kehadirannya. Aku bisa merasakan bahwa dia ada untukku. Lihatlah, dia sedang tersenyum manis dalam tidurnya. Terlelap bersama mimpi-mimpinya. Dan, aku yakin saat dia terbangun nanti, dia akan tersenyum melihatku di luar jendela kamarnya dan menyapaku sambil berkata “Selamat pagi”.
Aku selalu percaya waktu itu pasti akan tiba. Setiap hariku, aku selalu menunggunya di depan pintu seperti waktu itu saat dia pertama kali datang padaku. Sekalipun hingga saat ini dia belum datang, aku tidak akan berhenti menunggunya, karena aku yakin dia pasti akan datang membawakan senyum itu untukku. Yah, senyum indah di matanya yang tidak bisa aku lupakan.
Orang-orang disekitarku pernah memintaku untuk berhenti dari semua ini. Mereka menganggap apa yang selama ini aku lakukan sebagai suatu hal yang sia-sia. Mereka mengatakan bahwa sungguh bodohnya aku, membiarkan orang-orang yang datang menghampiriku pergi begitu saja tanpa sekalipun ku ijinkan untuk memasuki ruang kosong ini. Tidak adakah kesempatan untukku membiarkan seseorang yang lain mengisi kekosongan hatiku? Entahlah, aku tidak tahu dan tidak mengerti apakah kesempatan itu masih ada.
Seseorang pernah berkata bahwa hidup tidak hanya sebuah pilihan semata, tapi hidup adalah kesetiaan pada satu tujuan. Yah, mungkin ada benarnya, setia pada pilihan hidup yang kita jalani memanglah tidak mudah. Ada hal-hal yang seringkali meminta kita untuk berpaling dari jalan yang kita lalui saat ini. Dan seperti itu jualah aku, selalu berusaha untuk tetap bertahan pada setiaku, sekalipun aku tak tau pasti sampai kapan aku akan mampu bertahan.
Ada hal yang selalu membuatku kuat menjalani semua ini. Ada hal sederhana yang aku harapkan dari setiaku ini yaitu harapan untuk bisa menjadi tua bersamanya. Menjalani sisa hidupku bersamanya adalah hal yang aku harapkan dari ruang tunggu ini. Nanti, saat dia datang menemuiku disini, aku pastikan bahwa diriku masih tetap sama seperti saat dia menemuiku pertama kali. Aku akan memberikan senyum yang sama seperti saat dia pergi meninggalkanku malam itu. Aku tak peduli dengan semua yang dia lakukan selama dia berada jauh dariku. Karena aku selalu percaya memang seperti itulah yang seharusnya terjadi. Dan semua itu ku anggap benar dan baik untukku dan juga juga untuknya. Saat dia kembali, aku hanya ingin menanyakan satu hal padanya. “Would u want to be old with me?”
Aku tahu saat itu bukanlah hari ini. Hari ini adalah hari terakhir di bulan febuari, tahun ke-2 aku duduk di ruang tunggu ini. Tak ada yang perlu dikhawatirkan denganku dan tak ada yang perlu ditakutkan. Toh, aku masih bisa tersenyum hari ini. Aku masih bisa tersenyum pada orang-orang yang ada disekelilingku. Aku punya cara sendiri untuk menghargai hidupku. Aku punya cara yang mungkin tidak bisa untuk mereka mengerti.
“Sampai kapan kau seperti ini? Dia takkan pernah datang untukmu. ” tanya seseorang padaku.
Aku hanya tersenyum padanya, tanpa menjawab sepatah katapun.
“Taukah kamu, aku selalu mengkhawatirkanmu. Aku bosan mendengar orang-orang menertawakanmu. Kumohon, berhentilah menatap bangku kosong itu dengan senyumanmu, karena itu teramat menyakitkan untukku”. Katanya berdiri disampingku.
“Terima kasih karena kau selalu menemaniku disini tapi jangan pernah memintaku berhenti dari semua ini, karena itu takkan pernah terjadi” kataku kemudian.
“Bolehkah aku tahu, apa yang sebenarnya kamu tunggu?”
“Jawaban atas pertanyaanku selama ini.”
“Pertanyaan apa?.”
“Apakah dia mau menjadi tua bersamaku?”
“Jika saat nanti dia memberikan jawaban yang tidak seperti yang kau harapkan. Apa yang akan kau lakukan?”
“Apapun jawabannya, itu sudah cukup untukku.”
“Kau akan berhenti dari semua ini.”
“Mungkin”
“Mungkin katamu?”
“Aku hanya ingin pastikan dia telah bahagia dengan atau tanpaku”
“Jika bukan denganmu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya”
“Pergi dari ruang tunggu ini”
“Kemana kau akan pergi?”
“Ke tempat yang belum pernah kukunjungi”
“Apakah kau akan biarkan bangku itu tetap kosong?”
“Mungkin”
“Saat kau tak dapatkan jawabannya, datanglah padaku” katanya lalu pergi meninggalkanku.
Aku hanya tersenyum padanya, tanpa menjawab sepatah katapun.
“Taukah kamu, aku selalu mengkhawatirkanmu. Aku bosan mendengar orang-orang menertawakanmu. Kumohon, berhentilah menatap bangku kosong itu dengan senyumanmu, karena itu teramat menyakitkan untukku”. Katanya berdiri disampingku.
“Terima kasih karena kau selalu menemaniku disini tapi jangan pernah memintaku berhenti dari semua ini, karena itu takkan pernah terjadi” kataku kemudian.
“Bolehkah aku tahu, apa yang sebenarnya kamu tunggu?”
“Jawaban atas pertanyaanku selama ini.”
“Pertanyaan apa?.”
“Apakah dia mau menjadi tua bersamaku?”
“Jika saat nanti dia memberikan jawaban yang tidak seperti yang kau harapkan. Apa yang akan kau lakukan?”
“Apapun jawabannya, itu sudah cukup untukku.”
“Kau akan berhenti dari semua ini.”
“Mungkin”
“Mungkin katamu?”
“Aku hanya ingin pastikan dia telah bahagia dengan atau tanpaku”
“Jika bukan denganmu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya”
“Pergi dari ruang tunggu ini”
“Kemana kau akan pergi?”
“Ke tempat yang belum pernah kukunjungi”
“Apakah kau akan biarkan bangku itu tetap kosong?”
“Mungkin”
“Saat kau tak dapatkan jawabannya, datanglah padaku” katanya lalu pergi meninggalkanku.
Aku masih terus menatap bangku kosong di ruang tunggu ini. Memang, aku tidak tahu sampai kapan dia akan datang, tapi aku bisa merasakan dia sedang berjalan ke arahku dari suatu tempat yang begitu jauh, jauh sekali. Jawaban apakah yang akan dia berikan untukku?? Bermimpikah aku? Atau inilah kenyataannya?
To be continued……….vie's 280209
0 komentar:
Posting Komentar