RSS

Halamannn

Siapakah dia??



23:30
Ketika malam datang, entah kenapa aku sangat merindukan keluarga kecilku di rumah. Aku sangat merindukan saat-saat bersama. Aku ingin pulang tapi ada hal yang belum kutemukan untuk ku bawa pulang. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk menundanya dan menyelesaikan apa yang seharusnya aku selesaikan di sini. Dan semoga bulan ini aku bisa pulang ke rumah dan membawakan kabar yang baik untuk mereka. Dalam kesedihanku aku dapat merasakan kehadiran mereka memelukku erat. Kasih mereka begitu hangat dan mendamaikan hatiku. Disini, di tempat aku berpijak saat ini aku hanya berdo’a semoga mereka selalu dalam limpahan kasih sayang_NYA.
Malam ini aku juga merindukannya kembali. Dia yang selama dua tahun lebih ini selalu ada dalam hatiku. Dia yang selalu aku tunggu datang mengisi bangku kosong di ruang tunggu ini. Entah kenapa aku selalu meyakini bahwa dia ada akan datang kembali padaku, sekalipun aku telah mendengar bahwa dia telah menemukan bangku kosong yang lain untuknya tinggal. Dan itu bukanlah aku.
Sebenarnya aku juga tidak mengerti apa yang selama ini membuatku bertahan. Aku melakukan segala sesuatu yang sebenarnya itu sangat menyakiti hatiku. Namun, apalah arti rasa sakit ini dibandingkan rasa bahagia yang ku dapatkan dengan mendengar dan melihatnya bahagia. Saat ini, aku hanya bisa diam dan membiarkan dia berlalu begitu saja. Aku seperti tidak punya kekuatan apa-apa untuk memanggilnya dan memintanya datang padaku. Bahkan, aku tak ijinkan diriku melewati jembatan yang dapat menghubungkan kami dan membiarkan orang lain yang melewati jembatan yang aku bangun itu. Aku hanya bisa menatapnya, namun aku sama sekali tidak ingin meratapinya. Karena aku selalu percaya pada keyakinan hatiku bahwa Allah punya rencana lain untukku. Aku selalu berdo’a untuknya semoga dia selalu menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Lewat do’a tulus ini. Seperti itulah caraku menghargai rasa ini.
Malam ini, entah untuk yang ke berapa kalinya aku bertanya pada NYA, apakah menunggunya adalah hal terbaik untukku. Apakah dia benar-benar diciptakan NYA untuk ku tunggu. Apakah benar bahwa aku adalah tulang rusuk untuknya? aku berharap Allah memberikan jawaban yang terbaik untukku.
Akhirnya aku pun terpejam dan terlelap

00.20
Tak berapa lama kemudian, seseorang memanggilku membangunkanku dari tidur panjang. Saat aku terbangun aku sadar bahwa aku hanya terpejam dan terlelap tidak lebih dari 15 menit. Dan aku pun menyapanya…
Dia adalah orang yang baru kemarin datang padaku. Dan malam ini dia datang kembali untuk memenuhi janjinya yang kemarin malam dia ucapkan padaku. Janji untuk mengatakan siapa dia sebenarnya? Ya, kemarin dia datang dan menyapaku dengan segala ke anehannya. Dia ternyata tahu banyak tentangku, tapi sedikitpun aku tidak tahu siapa dia. Itu yang membuatku bertanya-tanya siapakah dia sebenarnya. Namun, dia sama sekali tidak memberikan jawaban apa-apa padaku.
“besok aku akan katakan siapa aku”
“Besok, kenapa harus besok?” tanya ku.
“percayalah padaku.”
Dan ternyata malam ini dia benar-benar datang dan memenuhi janjinya. Dia menceritakan semua hal tentang bagaimana dia bisa menemukanku di sini. Dan, ternyata dia memang benar-benar asing untukku. Entahlah, siapakah dia. Aku tidak bisa membayangkan apapun tentangnya, karena dia memang benar-benar asing untukku.
Malam ini dia bercerita banyak hal tentang segala kegelisahannya dalam menjalani fase hidupnya. Dia diantara dua pilihan hidup yang menurutnya itu sangat membingungkan. Antara sebuah impian dan realita. Dia ingin berhenti kuliah dan mengejar mimpinya di luar sana. Sebuah rasa tanggung jawab yang sangat besar yang membuatnya berpikir dua kali untuk memutuskan antara melakukan hal yang sama sekali tidak ingin dilakukannya ataukah melakukan hal yang ingin dilakukannya untuk sebuah cita-cita dan impian yang begitu mulia. Saat itu aku berpikir dan menyayangkan apa yang menjadi keputusannya. Aku mengutarakan begitu banyak kata, kalimat, paragrap, berharap agar dia melanjutkan apa yang saat ini dia lakukan sekalipun itu tidak ingin dilakukannya. Dia hanya diam mendengar beribu kalimat yang keluar dari mulutku. Dan ternyata itu membuatku terlihat seperti seorang hakim yang menjatuhkan hukuman pada orang yang bahkan alibi dan pembelaannya pun belum aku dengarkan. setelah aku berhenti bicara, akhirnya dia pun mengungkapkan semua alibi dan pembelaannya.
“Sebenarnya ayahku juga sudah tahu dengan rencanaku itu dan meminta pendapatku “gimana, kalau kamu benar-benar tidak mau kuliah dan memilih bekerja, ayah tetap selalu mendukung keputusanmu”. Tapi, aku tidak memberikan jawaban apa-apa, karena aku bingung dengan semua ini. Ayahku hanyalah seorang pengajar di sekolah swasta. Sejak kecil aku sudah mulai membantu ayahku bekerja dan belajar bagaimana membangun usaha. Kebetulan waktu SMA aku punya sahabat dekat, tapi setelah lulus aku kuliah dan dia bekerja melanjutkan usaha ayahnya. Aku begitu dekat dengan ayahnya dan aku lebih sering membantu mereka daripada kuliah di sini karena sekarang ayahnya sudah tua dan tidak mampu menjalankan bisnis besarnya di bidang furniture seorang diri. Ayahnya pernah berkata padaku ‘kamu bisa belajar bekerja di sini dan melanjutkan usaha ini berdua, karena usaha ini tidak pernah mati, tapi kuliah juga baik untukmu’. Aku suka dengan bisnis ini karena sejak SMA aku juga sudah membantu temanku menjalankan usaha ayahnya tersebut. Aku berpikir dari pada aku meneruskan kuliah di jurusan yang aku tidak sukai dan kuyakini bukan jalanku meraih impian dan cita-citaku maka aku lebih baik segera keluar, sebelum semuanya terlambat dan mumpung aku masih semester awal. Dalam keyakinanku, aku bisa kok belajar dimana saja, di luar sana pun aku bisa belajar, bahkan mungkin lebih dari apa yang aku dapatkan di sini. Kamu tahu sebenarnya aku hanya ingin mewujudkan apa yang selama ini aku cita-citakan. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Aku punya dua adik yang sangat aku sayangi. Satu adikku saat ini kelas 3 SMA. Aku berpikir daripada aku kuliah dan membebani ayahku. Aku akan berhenti dan bekerja untuk membantu ayahku. Impian dan cita-citaku adalah aku bisa melakukan sesuatu hal besar untuk kedua adikku. Itu saja”

Segala perkatannya membuatku tercengang bahkan air mata di pipiku tak bisa lagi ku tahan. Tenggorokanku terasa tercekik, mulutku terbungkam dan seolah seperti aku yang dihakimi. Yang ada dipikiranku saat itu adalah bahwa tidak selamanya apa yang baik untukku baik juga untuk orang lain. Aku terlalu sombong dengan apa yang ku capai saat ini. Dan ternyata semua itu tidaklah berarti apa-apa. Bukan sesuatu hal yang seharusnya aku banggakan dalam hidupku. Aku bukanlah siapa-siapa. Ya benar, aku memang bukanlah siapa-siapa.
Semua yang dikatakannya membuatku teringat pada apa yang masku lakukan untukku. Bagaimana seorang kakak yang merelakan semua kebahagiaan, impian bahkan cita-citanya hanya untuk adiknya yang menurutnya lebih baik darinya. Dengan segala upaya dia melakukan apapun untuk mengantarkan adiknya di sebuah pintu kehidupan yang lebih baik darinya. Dia selalu ajarkan adiknya untuk terus berdiri, bertahan dan menghadapi semua rintangan itu. Dia selalu ada di belakang adiknya saat adiknya terjatuh bahkan dia tidak memperdulikan semua hal yang melukainya.
Dia tetap tersenyum untuk adiknya dan tidak lelah berkata: “teruskan saja langkahmu”.
Saat adiknya mulai ragu dan mencoba untuk berbalik arah dia berkata “jangan kembali ke belakang, pintu itu ada didepanmu”.
Saat adiknya terjatuh dan menangis, dia berkata “bangunlah hapus air matamu, adikku bukan anak kecil lagi”.
Saat adiknya mulai lelah dan menyerah dia berkata: “berhentilah sejenak dan minumlah seteguk air dan lanjutkan langkahmu”.
“Belajarlah. Tidak ada yang tidak bisa dipelajari di dunia ini. Asal kita mau berusaha pasti selalu ada jalan untuk bisa. Dan adikku pasti bisa” katanya membelai rambut di kepala adiknya.
Dan kini adiknya telah sampai di sebuah tempat yang begitu jauh dan hampir sampai di pintu itu. Tapi, ternyata adiknya entah sengaja atau lupa siapakah orang yang selama ini ada dibelakangnya, karena dia terlalu sombong dan angkuh pada apa yang selama ini ia capai, dia merasa telah menjadi orang yang begitu besar padahal belumlah sampai dia di pintu itu atau membukanya dan melihat apa yang ada dibalik pintu itu.

“Hei…, kenapa kamu diam. Kamu menangis” tanyanya.
“Tidak”
“Kalau begitu udah ah, kamu menangis kok.”
“Ga kok” jawabku meyakinkannya dengan tersenyum dan tertawa.

“Sebenarnya aku juga sama sepertimu punya cita-cita seperti yang katakan tadi. Tapi kita punya pikiran yang berbeda. Jika kamu berada diposisiku pasti kamu akan melakukan hal yang sama sepertiku. Iya kan?”
Aku terdiam, karena aku tidak bisa mengingkari bahwa sebelum kuliah itulah yang kupikirkan.
“Ada hal yang berbeda dengan kita karena kita memang diciptakan berbeda. Sejak manusia diciptakan Adam berbeda dengan Hawa. Hawa di ciptakan dari tulang rusuk Adam. Kamu tahu kan? Aku adalah dari kaum Adam dan kamu adalah dari kaum Hawa. Kamu percaya gak kalau kamu itu tulang rusukku?
“Apa?”
“Kamu percaya gak kalau kamu tulang rusukku?
“Hmm….apa-apa?
“Kamu percaya gak kalau kamu tulang rusukku?
Aku hanya terdiam. Mulutku terkunci dan entahlah tidak ada jawaban apa-apa yang keluar dari mulutku.
“Kapan kamu lulus?”
“Maksudnya”
“Kapan kamu lulus”
“Ya, dokan aja dalam beberapa bulan ini”
“Wah berarti waktuku gak cukup.”
“Knapa”
“Karena aku butuh waktu selama kurang lebih satu setengah tahun untuk membangun usahaku. Dan selama itu, apakah kamu masih mau menungguku, karena saat aku sukses nanti aku ingin mentraktirmu.”
“Ya, ntar nek kamu arep syukuran kamu kabari aku wae. Ngomong wae ‘mbak makan-makan yuks.hehe….”
“ Aku cuma pengen makan-makan berdua denganmu gak mau bertiga.”
“Maksudmu?”
“Masa bertiga ma suamimu?”
“Wew, yo..yo..lah aku kan belum tahu jodohku sapa. Seandainya nanti aku telah menikah pun, gampang ntar aku bilang ja ke suamiku, kalau adikku ngajak aku makan-makan.”
“ Wah yo gak mau, nanti berempat dunk?”
“Kok bisa”
“Aku, kamu, suamimu ma anakmu.”
“Halah…apa sih. Ya…gampanglah, Insya Allah liat besok wae.”
“Kamu tahu bacaan ayat kursi yang terakhir “ Allahu la ilaa ha illa huwal hayyul qayyum. Laa ta khudzuhu minatun wa laa naum, lahu maa fis samaawaati wa maa fil ard, man dzal ladzi yasffa’u indahu ilaa bi-iznih, ya’lamu maa bainaa aidhihim wa maa khalfahum wa laa yukhithuuna bisyai-in min ilmihii illa bimaa syaa-awasi’a kursyyuhus samaawati wa maa fil ardhaa wa laa ya-uuduhuu hifdhuhumaa wa huwal ‘aliyyul ‘azhiim.” Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (mahlukNYA) tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNYA apa yang dilangit dan dibumi. Siapakah dapat member syafaat disisi Allah tanpa izinNYA? Allah mengetahui segala yang dihadapan mereka dan di belakang mereka dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNYA. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” Kamu tahu, kalau gak salah itu artinya adalah bahwa Allah itu hanya mengijinkan hambanya yang punya niat. Kamu percaya kan kalau segala sesuatu itu diawali dengan niat. Kalau niat pasti Allah mengijinkan.”

Aku hanya diam dan tercengang. Sekalipun aku sering melafalkan ayat tersebut, tapi jarang sekali aku memaknainya dengan begitu dalam. Aku hanya berkata dalam hatiku “Ya Allah siapakah gerangan orang yang Engkau kirimkan padaku ini”

“Percaya gak?”
“Hu’um”
“Iya..iya…wah aku jadi malu dan maaf ya. Jujur aku tadi berprasangka buruk denganmu. Ya, apapun yang kamu pikirkan tentangku, aku mau ngucapin makasih banyak sama untuk smuanya.”
“Dari tadi awal aku tidak berpikiran apa-apa tentangmu. Tapi aku gak ada maksud untuk menggurui kamu yang lebih tua dari aku loh ya. Karena aku gak suka kalau digurui makanya aku gak mau menggurui. Aku cuma bilang kalau aku gak salah begitu artinya.”
“Terima ksih ternyata aku masih harus belajar banyak. Ga pa2, akus eneng kalau ada yang mengingatkanku. Gak ada salahnya toh yang lebih tua belajar dari yang lebih muda. Sama aja lah tua muda gak ada bedanya,bedanya kamu dari kaum Adam dan aku dari Kaum Hawa. Bener ya begitu…”
“Hehehe….”

Zzzztttt……………… tiba-tiba aku tidak mendengar suaranya lagi.

Ya Allah Ya Tuhanku, betapa Mulia Engkau. Engkau selalu hadirkan dalam hidupku orang-orang yang begitu baik dan menjadi tempat ku belajar lebih bisa memaknai perjalanan hidupku. Malam ini, lewat hambaMU yang sama sekali aku tidak tahu siapa dia, Engkau telah mengevaluai diriku. Ampunilah aku dan sayangilah hambaMU dimana pun dia berada. Semoga dia selalu bahagia. Amin.

“Siapapun kamu, terima kasih.”

Bersambung….14 Maret 2009 “Vie”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: